No icon

Pentingnya memahami perbedaan budaya antara Indonesia dan Belanda

Budaya Indonesia-Belanda. Suatu Batasan atau Perbedaan ?!

Indonesia dan Belanda menjadi dua negara yang cukup akrab setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang saling berdampingan, dalam artian hidup dalam budaya yang cukup berbeda. Budaya dalam hal ini dapat menjadi jembatan dalam memaknai budaya masing-masing, namun kadang kala pun menjadi  pembatas di antara dua negara tersebut. Melalui pembatas yang dapat tiba-tiba muncul inilah diperlukan adanya komunikasi lintas budaya sebagai jembatan di dalam memaknai dimensi budaya-budaya dari dua negara tersebut. Dalam memaknai budaya ini perlu adanya perbedaan yang menjadi tolak balik di dalamnya. Pemaknaan budaya ini perlu untuk dipahami terutama pada anak adopsi yang sejak kecil terbiasa hidup dalam budaya Belanda, dimana nantinya ketika bertemu dengan keluarga yang ada di Indonesia mampu mencapai proses pemaknaan dan pemahaman. 

Terdapat beberapa budaya yang menjadi pembatas antar orang Indonesia dan Belanda, dan ini nyata adanya. Power Distance menjadi hal yang penting dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di Indonesia, karena pada dasarnya orang Indonesia sangat mementingkan kekuasaan. Dapat dilihat dari kekuatan jabatan di setiap sektor pekerjaan yang mana telah menjadi penentu seberapa berkuasanya seseorang. Di Belanda memaknai power distance cukup berbeda, dimana tiap individu memegang kendali penuh atas tanggung jawabnya masing-masing, sehingga kekuasaan seseorang tidak dapat mengontrol tanggung jawab individu lainnya. Perbedaan lainnya terlihat dari kolektivitas kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat tinggi, dimana setiap individu seringkali mengintervensi tujuan atau cita-cita pribadi dari individu lainnya. Di Belanda sendiri hal-hal yang bersifat pribadi tidak akan tersentuh atau dicampuri oleh individu lainnya berkat individualisme yang tinggi. Kemudian dalam hal pekerjaan Belanda menganut sistem ‘work life balance’ yang mana pekerjaan harus berbanding lurus dengan kehidupan pribadi mereka, sedangkan di Indonesia masyarakatnya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. 

Perbedaan-perbedaan budaya lainnya tentu akan membuat anak adopsi perlu mengenal lebih jauh lagi budaya keluarga asalnya di Indonesia. Komunikasi lintas budaya akan sangat berperan dalam hal ini. Dalam menyampaikan hal buruk misalnya, orang Indonesia cenderung mengungkapkan sesuatu tidak secara blak-blakan atau terus terang, sedangkan orang Belanda akan cenderung bersikap terang-terangan atau ‘to the point’. Dalam komunikasi lintas budaya terdapat beberapa cara dalam menyampaikan berita buruk. Komunikator atau dalam hal ini nantinya para volunteer harus benar-benar telah menyiapkan data atau informasi yang relevan, sehingga dalam proses penyampaian pada anak adopsi tidak terjadi miss-information. Pendekatan emosional tentu menjadi hal dasar dalam proses penyampaian kepada anak adopsi. Dalam penyampaian ini pun harus mempertimbangkan perbedaan budaya dari masing-masing individu tersebut. Perlu adanya persiapan dalam menghadapi emosi terkait berita buruk yang harus dihadapi, dimana hal ini perlu adanya pendekatan psikologis agar semua informasi dapat diterima dengan baik. Selain itu support dan solusi pun dapat diperlukan di setiap kondisi yang kemungkinan akan terjadi di antara anak adopsi dan keluarga anak adopsi.  

Pada dasarnya orang Indonesia akan sulit menerima informasi yang disampaikan secara blak-blakan, kesopanan sangat diutamakan. Dan sebaliknya, orang Belanda akan lebih mudah menerima informasi yang disampaikan secara jujur dan terang-terangan tanpa memikirkan terlalu panjang respon yang akan diterima. Hal ini karena personal space yang cukup berbeda. Personal space yang sempit artinya cenderung selalu membutuhkan support dari orang lain, dan hal itu tidak berlaku di Belanda. Tentunya tidak asing lagi jika di Indonesia anak yang telah memasuki usia produktif serta memiliki pekerjaan akan menafkahi orang tuanya meskipun sang anak dalam keadaan yang tidak menentu soal finansial. Dan biasanya akan ada orang tua kandung atau sanak saudara yang meminta uang kepada anak adopsi yang baru saja bertemu keluarga kandungnya. Mungkin hal ini dapat diartikan sebagai nilai kasih kepada orang tua, namun tidak pula menutup kemungkinan bahwa hal ini dapat menjadi bumerang bagi hubungan atau ikatan kekeluargaan mereka. Komunikasi lintas budaya sangat berperan dalam menjembatani penyesuaian budaya di antara keduanya. Informasi tentang budaya Indonesia seperti di atas sangat diperlukan oleh anak adopsi yang tidak tahu menahu terkait berbagai budaya yang melingkupi Indonesia. Adanya keterbatasan tersebut tentu saja harus dilalui melalui komunikasi lintas budaya dalam segala proses penyampaian informasi. 

 

Comment As:

Comment (0)