No icon

organisasi yang terlibat dalam proses adopsi

Sejarah Panjang Organisasi Terkait Adopsi Di Indonesia

 

Berikut beberapa organisasi yang terlibat dalam proses adopsi anak untuk dibawa ke Belanda. Organisasi ini mungkin sudah tidak terdengar eksistensinya, namun sejarah di dalamnya wajib untuk ditelusuri. 

  1. Pangkuan Si Cilik

Organisasi ini didirikan pada tanggal 14 Februari 1977 yang berlokasi di Jalan Sukabumi 11A, Jakarta Pusat. Organisasi/yayasan tersebut dipimpin oleh Lies Darmadji yang bekerja di Kedutaan Belanda di Jakarta. Lies Darmadji tidak hanya bekerja pada mediator Belanda tetapi juga pada contact person di negara-negara Skandinavia (Swedia dan Islandia).

Pada tahun 1982, dia diundang oleh keluarga Islandia untuk mengunjungi 12 anaknya. Disini dia juga berbicara dengan Kementerian Kehakiman Islandia. kadang-kadang dia bekerja dengan Ibu Nasution dari yayasan Sayap Ibu, dia juga memiliki anak yang berasal dari Semarang atau Lampung. Ia juga terkadang bekerja dengan paman Gan dari Semarang. 

  1. Pondok Pelangi/Biro Vincentius

Pondok Pelangi (Biro Vincentius) berbasis di Jakarta dan bekerja sama dengan BIA dan Wereldkinderen. Yayasan ini berlokasi di Jl Kebalen V/32, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, serta dipimpin oleh Els Wunnink Tuytjents dan Nyonya Bayards yang berasal dari Belanda. Adapun Nyonya Wunnink masih tetap berhubungan dengan orang tua angkatnya bahkan setelah adopsi ketika keluarganya telah berangkat ke Belanda. Dikatakan bahwa pada awal tahun 1980, Vincentius berhenti memberikan mediasi adopsi, walaupun yayasan tersebut kembali muncul dalam arsip yang dimulai pada Juli 1980. Yayasan ini diketahui bekerja sama dengan Sayap Ibu dan Oom Gan di Semarang.

Yayasan Vincentius memutuskan untuk menghentikan adopsi setelah konferensi dua hari di Jakarta pada akhir November 1979. Dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan dihadiri oleh banyak organisasi adopsi ini, terlihat banyak kritik terhadap praktik adopsi yang berjalan. Salah satu kesimpulan dari konferensi tersebut adalah bahwa jika adopsi antar negara terus berlanjut, maka adopsi tersebut tidak boleh tetap berada di tangan pihak asing. Hal tersebut dikarenakan yayasan Vincentius mempekerjakan orang-orang Belanda dan adopsi hanyalah sebagian kecil dari pekerjaan mereka, yang mana mereka tidak mau mengambil risiko apa pun dan diputuskan untuk mengurangi dan menghentikan adopsi. Hal tersebut terjadi pada tahun 1980. 

Kemudian muncul aturan yang diterapkan di panti asuhan. Dimana jam berkunjung dimulai pada pukul 08.30 hingga 13.30 dan mulai pukul 15.00 hingga 19.30. Waktu makan dimulai pada pukul 10.00 pagi, jam 13.00 siang, jam 16.00 sore dan jam 19.00 malam. Orang tua angkat didorong untuk datang sendiri untuk memberi makan pada anaknya. Pukul 15.30 bayi dimandikan untuk kedua kalinya. Bermain dengan anak diperbolehkan pada waktu makan dengan permintaan mendesak untuk tidak memanjakan anak. Anak-anak juga diperbolehkan pergi bersama orang tua angkatnya setelah berkonsultasi.

  1. Yayasan Imanuel

Yayasan ini didirikan oleh Christina Halim dan telah berdiri setidaknya sejak tahun 1981. Sebelumnya ia bekerja sebagai bidan di yayasan lain (seperti Kasih Bunda) di Jakarta. Kemudian bersama dengan suami dan anggota keluarga lainnya ia mengasuh anak-anak di rumahnya yang berlokasi di Jl Paus 10A, Jakarta Timur. Selain itu orang tua dari Belanda antara lain ditampung di Wisma Belruvya, Jl. Cempaka Putih Tengah I/10. Yayasan ini bekerja sama dengan Yayasan Immanuel Belanda dari Rotterdam. Hebatnya, anak-anak tersebut langsung diberi nama Belanda sejak lahir.

  1. Dharma Kasih

Rumah Sakit Kristen Dharma Kasih dipimpin oleh Ny. Kawulusan. Ia berkolaborasi antara lain dengan BANND dan BIA. Total ada sekitar 25 anak yang dikabarkan datang ke Belanda melalui Yayasan Dharma Kasih. Yayasan ini berlokasi di Yayasan Sosial dan Kesehatan Kristen di Rumah Sakit Kebidanan “Dharma Kasih” Kompleks Sentiong (Kawi2) Kramat Jaya Baru, Blok H/2, Johar Baru, Jakarta. Orang tua angkat pun tinggal disini. Klinik ini telah berdiri setidaknya sejak tahun 1972 dan menerima dana dari gereja-gereja di Belanda. Namun sekarang yayasan ini sudah berhenti beroperasi.

  1. Yayasan Panti Asuhan Kristen Eunike Pelkris dan Yayasan badan Sosial Kristen Agape di Semarang

Gan Koen San (Paman Gan) tinggal di Semarang dan mulai mengadopsi ke Belanda sekitar tahun 1975. Sekitar tahun 1975, panti asuhan tempat ia bekerja bernama “Kegiatan Kesedjahteraan Kanak Fanny” dan berlokasi di alamat rumah Paman Gan di Jl Dargo 9, Semarang.

Pada tahun 1979, sekitar 80 anak telah ditempatkan di Belanda melalui dia. Beberapa diantara anak-anak ini merupakan keturunan Tionghoa. Anak-anak tersebut tidak hanya berasal dari Semarang (misalnya dari Panti Asuhan “Tanah Putih:), namun dari seluruh Indonesia khususnya dari Pulau jawa. Misalnya saja mereka juga bekerja sama dengan yayasan Kasih Sayang Anak di Yogyakarta dan sejumlah anak datang dari kota lain seperti Bogor, Ambarawa, dan Jakarta. 

Secara total, ia telah menemukan orang tua angkat untuk sekitar 300 anak di Belanda, Swedia, Amerika dan Australia. Paman Gan juga merawat anak-anak cacat dan berusaha mengatur perawatan kesehatan yang baik bagi mereka. Dia tidak menginginkan sumbangan dari orang tua yang telah mengadopsi seorang anak karena tidak ingin menerima uang yang terkait dengan adopsi. Dia menulis kepada orang tuanya bahwa mereka tidak berhutang apapun padanya, dan satu-satunya kewajiban mereka adalah mencintai anak mereka.

Pada oktober 1976, Paman Gan mengunjungi gereja Protestan di Belanda. Paman Gan kemudian bergabung dengan Yayasan Panti Asuhan Kristen Eunike dan Yayasan Badan Sosial Kristen Agape yang didirikan pada tahun 1977. Salah satu sumber menyebutkan bahwa Paman Gan pernah menikah dengan direktur panti asuhan yang biasa dipanggil Bibi Greet, namun tidak ada informasi yang pasti bahwa dia merupakan direktur dari panti asuhan tersebut. Selain itu Paman Gan juga bekerja dengan BIA dan Wereldkinderen. Kepala Yayasan Panti Asuhan Kristen Eunike yakni Ruth Redjeki Rahardjo yang beralamat di Jl. Pandanaran 10, Semarang. Adapun untuk lokasi panti asuhan kini beralamat di Jl. Komp. Puri Anjasmoro K-7, Semarang 50144. Di sebelah lokasi terdapat sekolah untuk anak-anak cacat yang bernama Dria Adi Pelkris. 

Organisasi Kristen Pelkris kini bertempat di tempat yang sama dengan yayasan sebelumnya berada. Kini yayasan tersebut mempunyai berbagai proyek panti jompo, panti asuhan dan sekolah tunanetra. Paman Gan menyimpan arsip yang berada di Sekolah tunanetra selama lebih dari 40 tahun. Kemudian melalui bantuan dari pemerintah Belanda, kami dapat mendigitalkan arsip tersebut.

  1. Yayasan Pembina Asuhan Bunda

Organisasi ini berlokasi di Bandung.

  1. Klinik Santa Melania

Klinik ini berlokasi di Jl. Melania, Bandung dengan pemiliknya bernama Ibu Padmah. Ibu Padmah dapat berbahasa Belanda dan berhubungan langsung dengan orang tua angkatnya di Belanda, namun kini beliau telah meninggal dunia.

  1. Yayasan Balai Keselematan Matahari Terbit

Panti asuhan ini dimiliki oleh Salvation Army, dimana markas besarnya berlokasi di Bandung. Sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, Salvation Army di Surabaya berkomitmen membantu anak-anak perempuan yang hamil tanpa menikah. Tempat penampungan ini dimulai pada tahun 1948. Kini panti asuhan berlokasi di Jl. Kombes Pol. Moh. Duryat No.10-12, Tegalsari, kec. Tegalsari, 60262, Surabaya.

  1. Yayasan Panti Asuhan Panca Dharma

Yayasan ini berlokasi di Jl. Raya 20, Sukorejo. Para orang tua asal Belanda yang datang menjemput anak tersebut disambut baik oleh keluarga Pinati (disebut juga “I Made Ngurah Pinatih”). Mereka kemudian bisa tinggal di ‘rumah pinati’. Yayasan ini juga terkadang bekerja sama dengan Paman Gan dari Semarang (setelah April 1982).

  1. Yayasan Anak Sejahterah

Yayasan ini didirikan pada tanggal 12 September 1979 di Surabaya. Notaris Alfian Yahya membuat akta pendirian. Yayasan ini berlokasi di Jl. Ngagel Jaya Selatan, nomor 8, Surabaya, namun kini panti asuhan tidak beroperasi. Para ibu tidak tinggal serumah dengan bayinya karena akan terlalu sulit menyerahkan anaknya. Ketua dan sekretaris yayasan yaitu Ibu Ria Oemar Said dan Bapak Oemar Said. Anak-anak juga dititipkan Oemar Said ke panti asuhan NedIndo di Jakarta. Mereka juga bekerja sama dengan yayasan Kind en Toekomst.

Comment As:

Comment (0)