Indonesia dengan Belanda menjadi negara yang menarik untuk dilihat, dipelajari, dan dipahami dari segi manapun. Perbedaan budaya ini dilihat dari segi faktor sejarah, geografis, hingga kepercayaan. Dalam hal ini Indonesia dan Belanda menjadi negara yang saling berkaitan erat dari segi sejarah yang dilaluinya. Dimana dari sejarah ini menghasilkan begitu banyak budaya yang mana dari satu daerah ke daerah lainnya memiliki perbedaan yang signifikan atau dikenal dengan masyarakat yang heterogen. Dilansir dari tirto.id, menurut Selo Soemardjan (Bapak Sosiologi Indonesia) budaya merupakan hasil karya yang meliputi cipta dan rasa dari masyarakat, budaya yang dianut ini nantinya dapat menentukan cara individu untuk berperilaku kepada orang lain.
Kedua negara tersebut tentu saja memiliki pemaknaan sejarah yang berbeda-beda, hal tersebut tentu saja mempengaruhi perbedaan budaya di kedua negara. Ketika sejarah yang berbeda ini membentuk budaya maka akan berpengaruh pada perilaku setiap individu dalam pemaknaan budaya yang berbeda tersebut. Hal tersebut memberikan pengaruh yang signifikan apabila salah satu negara berkunjung atau tinggal di negara yang berbeda budaya dengan negaranya. Dalam hal ini budaya Belanda dan Indonesia menjadi dua sisi yang mempengaruhi masyarakatnya di masing-masing negara tersebut. Adanya penyesuaian tentu menjadi jalan tengah yang perlu dan harus dicoba agar tidak terjadi ketimpangan atau ketidakpahaman ketika berinteraksi satu sama lainnya. Sama halnya dengan penyesuaian yang harus dihadapi oleh Belanda dalam upaya untuk merangkul budaya Indonesia.
Upaya penyesuaian ini dapat menjadi perjalanan yang indah dalam memaknai perbedaan budaya. Perjalanan pertama tentu yang menjadi titik pokok dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tidak bukan yakni makanan. Makanan Indonesia sering didasarkan pada beras atau nasi, makanan pedas, serta berbagai olahan dengan campuran rempah-rempah yang kaya rasa. Adapun makanan dari Belanda cenderung lebih bervariasi, namun menjadikan roti sebagai makanan pokok. Walaupun beberapa makanan Belanda cukup familiar dinikmati oleh masyarakat, menurut CNBC Indonesia makanan seperti Spikoe atau Kue Lapis Surabaya, Klapertart, Semur, Selat Solo, hingga Perkedel menjadi makanan yang diadaptasi dari Belanda. Setelah kenyang dengan makanan yang memiliki cita rasa yang berbeda, perjalanan dapat dilanjutkan dengan mencoba moda transportasi yang ada di Indonesia. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, hingga Bandung telah memiliki transportasi yang memadai dan mudah diakses. Sama halnya dengan di Belanda yang memiliki transportasi yang sangat mudah diakses dimanapun dan kapanpun, bahkan masyarakatnya cenderung memakai sepeda hingga berjalan kaki di setiap aktivitas masyarakatnya. Terdapat perbedaan besar di Indonesia, dimana masyarakat cenderung memakai kendaraan pribadi di setiap aktivitas yang dilaluinya bahkan untuk menjangkau jarak kurang dari 1 km saja masih memakai kendaraan pribadi.
Penyesuaian lainnya berasal dari adat istiadat yang jelas sekali sangat berbeda satu sama lainnya. Dimana perbedaannya ini terlihat dari keyakinan masyarakatnya yang beraneka ragam, misalnya di Indonesia sendiri mayoritas beragam Islam walaupun banyak juga pemeluk agama lainnya seperti Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Mayoritas agama Islam ini tentu saja mendorong terciptanya adat istiadat yang terus dilestarikan di setiap perayaannya seperti pada perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Sama halnya dengan Belanda yang mayoritas beragama Kristen baik Katolik maupun Protestan, dimana masyarakatnya pun telah memiliki adat istiadatnya sendiri seperti pada perayaan Natal dan Paskah. Nilai-nilai sosial dan keluarga di kedua negara tersebut tentu saja sangat berbeda jauh. Di Indonesia keluarga menjadi inti dari kehidupan sosial sehari-hari, dimana di dalamnya terdapat norma-norma kuat yang mengatur hubungan dalam keluarga besar. Pentingnya keluarga di dalam masyarakat ini seringkali menjadi pengaruh di setiap individu di setiap proses pengambilan keputusan di dalam hidupnya. Di Belanda individunya lebih mandiri dalam kehidupan pribadi mereka serta memiliki ciri-ciri masyarakat yang individualistik.
Pengalaman dalam penyesuaian budaya ini tidak dapat lepas dari komunikasi yang terhubung di dalamnya. Dimana kedua negara ini memiliki etika komunikasi yang jauh berbeda. Indonesia dalam hal berkomunikasi cenderung mengutamakan etika kesopanan dan menggunakan bahasa yang formal di setiap interaksi komunikasi yang dilakukan, terutama dengan orang yang lebih tua diatasnya. Adapun di Belanda komunikasi yang dilakukan cukup seperlunya saja sehingga tidak banyak interaksi yang dilakukan pada setiap individunya. Perbedaan tersebut tentu bukan menjadi penghalang dalam menyatukan setiap individu dari setiap negara, terutama bagi negara Indonesia dan Belanda. Akan tetapi perbedaan akan membawa pada penyesuaian budaya yang saling memahami dan menerima di setiap individunya. Hal tersebut juga menciptakan peluang untuk belajar dan berbagi pengalaman antar budaya yang berharga sehingga akan tercipta toleransi di setiap individunya.